Wednesday 24 May 2017

FACTOR LOOSE (Loose Measure) MATERIAL TANAH LATERITE

FACTOR LOOSE
Swelling Factor 
MATERIAL TANAH LATERITE
Pekerjaaan Timbunan Jalan / Pengerasan Jalan




Factor Loose atau swelling factor yang dimaksud adalah perbandingan nilai penyusutan material aplikasi pelaksanaan timbunan material terhadap ketebalan timbunan laterite pada badan jalan yang ditimbun sebelum dan sesudah  dilakukan pemadatan (Compact), hal ini bergantung pada :
1.        Komposisi ukuran gradasi butiran material timbunan/laterite termasuk kategori TANAH BERBATU dengan nilai swell factor 50-60%


2.     Nilai uji CBR Laboratorium , dan perbandingan nilai perbandingan CBR lapangan terhadap sifat fisik material tanah.
3.        Prosentase nilai perlakuan pemadatan.

4.       Indeks plastisitas material.

 Keadaan tanah :
1.      Tanah asli / bank (BCM)
-          Tanah dalam kondisi aslinya (belum terusik atau belum tekena campur tangan manusia maupun yang lainnya)
-          Ukurannya dinyatakan dalam bank measure (BM) atau Bank cubic meter
2.      Tanah lepas / loose (LCM)
-          Tanah setelah digusur / digali / diangkut dan sebagainya (telah terkena campur tangan manusia baik dengan alat manual maupun alat mekanis
-          Ukurannya dinyatakan dalam loose measure (LM) atau loose cubic meter
-          Volume tanah lepas lebih besar dari volume tanah asli karena mengembang (swell)
3.      Tanah padat / pampat / compacted
-          Keadaan tanah setelah usaha pemadatan

Sifat fisik material tanah  (Earthmoving) meliputi :

Keadaan Asli (Bank Condition)
Keadaan material yang masih alami dan belum mengalami gangguan teknologi disebut keadaan asli (bank). Dalam keadaan seperti ini butiran-butiran yang dikandungnya masih terkonsolidasi dengan baik. Ukuran tanah demikian biasanya dinyatakan dalam ukuran alam atau bank measure = Bank Cubic Meter (BCM) yang digunakan sebagai dasar perhitungan jumlah pemindahan tanah.

Keadaan Gembur (Loose Condition)
Yaitu keadaan material (tanah) setelah diadakan pengerjaan (disturb), tanah demikian misalnya terdapat di depan dozer blade, di atas truck, di dalam bucket dan sebagainya. Material yang tergali dari tempat asalnya, akan mengalami perubahan volume (mengembang). Hal ini disebabkan adanya penambahan rongga udara di antara butiran­butiran tanah. Dengan demikian volumenya menjadi lebih besar. Ukuran volume tanah dalam keadaan lepas biasanya dinyatakan dalam loose measure = Loose Cubic Meter (LCM) yang besarnya sama dengan BCM + % swell x BCM dimana faktor "swell" ini tergantung dan jenis tanah. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa LCM mempunyai nilai yang lebih besar dan BCM.

Keadaan Padat (Compact)
Keadaan padat adalah keadaan tanah setelah ditimbun kembali dengan disertai usaha pemadatan. Keadaan ini akan dialami oleh material yang mengalami proses pemadatan (pemampatan). Perubahan volume terjadi karena adanya penyusutan rongga udara di antara partikel-partikel tanah tersebut. Dengan demikian volumenya berkurang, sedangkan beratnya tetap. Volume tanah setelah diadakan pemadatan, mungkin lebih besar atau mungkin juga lebih kecil dari volume dalam keadaan bank, hal ini tergantung dari usaha pamadatan yang dilakukan. Ukuran volume tanah dalam keadaan padat biasanya dinyatakan dalam compact measure = Compact Cubic Meter (CCM). Sebagai gambaran berikut ini disajikan Tabel mengenai faktor kembang tanah:

JENIS MATERIAL
KONDISI AWAL
PERUBAHAN KONDISI BERIKUTNYA
KONDISI ASLI
KONDISI GEMBUR
KONDISI PADAT
SAND TANAH BERPASIR
(A)
(B)
(C)
1.00
0.90
1.05
1.11
1.00
1.17
0.99
0.80
1.00
SAND CLAY/TANAH BIASA
(A)
(B)
(C)
1.00
0.80
1.11
1.25
1.00
1.39
0.90
0.72
1.00
CLAY/TANAH LIAT
(A)
(B)
(C)
1.00
0.70
1.11
1.25
1.00
1.59
0.90
0.63
1.00
GRAVELLY SOIL/TANAH BERKERIKIL
(A)
(B)
(C)
1.00
0.85
0.93
1.18
1.00
1.09
1.08
0.91
1.00
GRAVELLS/KERIKIL
(A)
(B)
(C)
1.00
0.88
0.97
1.13
1.00
1.10
1.03
0.91
1.00
KERIKIL BESAR DAN PADAT
(A)
(B)
(C)
1.00
0.70
0.77
1.42
1.00
1.10
1.29
0.91
1.00
PEMECAHAN BATU KAPUR, BATU PASIR, CADAD LUNAS, SIRTU
(A)
(B)
(C)
1.00
0.61
0.82
1.65
1.00
1.35
1.22
0.74
1.00
PECAHAN GRANIT, BASALT, CADAS KERAS, DAN LAINNYA
(A)
(B)
(C)
1.00
0.59
0.76
1.70
1.00
1.30
1.31
0.77
1.00
PECAHAN CADAS, BROKEN ROCK
(A)
(B)
(C)
1.00
0.57
0.71
1.75
1.00
1.24
1.40
0.80
1.00
LEDAKAN BATU CADAS, KAPUR KERAS
(A)
(B)
(C)
1.00
0.56
0.77
1.80
1.00
1.38
1.30
0.72
1.00




Bertambahnya volume tanah dari bank menjadi loose disebut dengan swell (dinyatakan dalam %)Secara matematis dapat dihitung sebagai berikut :

Bertambahnya volume tanah dari bank menjadi loose disebut dengan swell (dinyatakan dalam %)
dimana : Sw = swell (%)
             B   = berat tanah dalam kondisi bank
             L   = berat tanah dalam kondisi loose

Berkurangnya volume tanah dari bank menjadi compacted disebut dengan shrinkage / susut (dinyatakan dalam %).

dimana : Sh = % shrinkage (susut)
             C   = berat tanah dalam kondisi compacted

Contoh : Misal berat tanah asli 100 lbs/cu.ft
-          Berat tanah lepas 80 lbs/cu.ft
-          Berat tanah setelah dipadatkan 120 lbs/cu.ft
Maka
Keadaan tanah juga dapat dinyatakan dalam load factor dan shrinkage factor.


Pada dasarnya pekerjaan pemindahan tanah adalah sama yaitu memindahkan tanah/material dari suatu tempat ke tempat lainnya, akan tetapi proses pekerjaan dalam melaksanakannya berbeda-beda, hal ini dimungkinkan adanya faktor-faktor sebagai berikut :
1.      Sifat - sifat fisik tanah / material
2.      Jarak angkut / pemindahan
3.      Tujuan akhir pekerjan
4.      Tuntutan kwalitas.
5.      Skala proyek (Besar / kecilnya proyek)

selanjutnya dilakukan kegiatan pembuangan tanah / material (Dumping) dari alat angkut yang bisa  diteruskan sesuai dengan lokasi tujuan untuk pekerjaan Construction .Dumpingnya di teruskan dengan spreadinq grading dan compacting, dimana alat yang digunakan adalah untuk spreading (meratakan dari dumping menggunakan Bulldozer, kemudian grading/perataan yang lebih halus menggunakan Motor Grader dan selanjutnya pemadatan (compacting) dengan menggunakan compactor.


Perhitungan Faktor Loose Material Aplikasi
Vol (m³)
Tebal (m’)
Lebar (m’)
Factor Loose ( Loose Measure)
CR
4,8
0,15
4
8,00
6
33,3%
MR
4,8
0,15
5
6,40
5
28,0%
A
B
C
D
Factor Loose (Loose Measure)
CR
4,8
6
4
0,20
0,15
33,3%
MR
4,8
5
5
0,19
0,15
28,0%
 Rumus
 D =  A / (B x C)
 C = A/ (Bx D)
 A = B x C x D

 Panjang Jalan ( m')
Kebutuhan Material ( Rit)
Loose 30%
 CR
1000
m'
      250,0
Ritase
untuk ketebalan compact 15 cm
 MR
300
m'
        60,0
Ritase
untuk ketebalan compact 15 cm


Dynamic Cone Penetrometer (DCP) / CBR Lapangan

Dynamic Cone Penetrometer
(DCP)
Alat Ukur CBR(California Bearing Ratio) Lapangan (Field CBR)

Pengujian CBR pada jalan-jalan kebun CR/MR atau acces roads setelah di lakukan pekerjaan timbunan tanah laterite sesuai dengan perencanaan spesifikasi yang telah ditentukan dan penentuan pemilihan material laterite yang digunakan yang telah dilakukan test CBR Lab sebelumnya. 
Pengukuran daya dukung tanah di lapangan dapat dilakukan dengan beberapa metode yang sesuai dengan kondisi tanah dan tujuan pengukuran. Berikut adalah beberapa metode umum untuk mengukur daya dukung tanah di lapangan:

  • Plate Load Test (Pengujian Beban Pelat): Metode ini melibatkan penerapan beban pada pelat yang ditempatkan di permukaan tanah. Beban yang diterapkan secara bertahap meningkat untuk mengukur penurunan tanah. Dari data penurunan, daya dukung tanah dapat dihitung.
  • Standard Penetration Test (SPT): Metode ini digunakan untuk mengukur ketahanan tanah terhadap penetrasi palu dengan berat tertentu yang jatuh dari ketinggian standar. Angka SPT (jumlah pukulan yang diperlukan untuk penetrasi setiap kedalaman tertentu) dapat digunakan untuk mengestimasi daya dukung tanah.
  • Cone Penetration Test (CPT): Metode ini melibatkan penembusan tanah dengan menggunakan konus dengan sensor elektronik. Data tekanan dan geseran diukur untuk mengestimasi daya dukung tanah dan sifat geoteknik lainnya.
  • Vane Shear Test: Metode ini digunakan untuk mengukur tahanan geseran tanah dengan menggunakan pendorong berbentuk vane yang ditempatkan di dalam tanah. Daya tahan geseran tanah dapat dihitung berdasarkan torsi yang diperlukan untuk memutar vane.
  • Plate Bearing Test: Metode ini mirip dengan Plate Load Test, tetapi dilakukan pada lapisan tanah yang dalam dan lebih padat, misalnya untuk mengukur daya dukung fondasi.
  • Load Test pada Struktur: Jika memungkinkan, dapat dilakukan pengujian beban langsung pada struktur yang akan dibangun di atas tanah untuk mengukur daya dukung tanah di bawah struktur tersebut.
Penting untuk diingat bahwa pengukuran daya dukung tanah di lapangan dapat bervariasi tergantung pada kondisi tanah yang sebenarnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, direkomendasikan untuk melakukan pengujian dengan metode standar yang sesuai dan menggunakan instrumen yang tepat. Pengukuran daya dukung tanah ini membantu dalam perencanaan dan desain struktur yang aman dan efisien


Landasan Teori
Alat DCP terdiri atas tangkai baja yang di bagian ujung dipasang konus baja dengan ukuran dan sudut tertentu, dan di bagian atas dilengkapi dengan batang pengarah jatuh palu penumbuk. Metode DCP ini adalah cara pengujian kekuatan lapisan perkerasan jalan (tanah dasar, pondasi bahan berbutir) yang relatif cepat, yaitu dengan menekan ujung konus yang ditimbulkan oleh pukulan palu dengan beban dan tinggi jatuh tertentu menerus sampai kedalaman tertentu.
Untuk memperkirakan nilai CBR tanah atau bahan granular dapat menggunakan beberapa metode, namun yang cukup akurat dan paling murah sampai saat ini adalah dengan alat Penetrasi Konus Dinamis atau dikenal dengan nama Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Di samping itu DCP adalah salah satu cara pengujian tanpa merusak atau Non Destructive Testing (NDT), yang digunakan untuk lapis pondasi batu pecah, pondasi bawah sirtu, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur dan tanah dasar.

DCP di Indonesia
Sampai saat ini alat DCP yang sudah banyak dikenal dan digunakan adalah DCP yang diperkenalkan oleh TRL yang dilaporkan pada Overseas Road Note 31, Crowthorne, UK (1993), untuk kondisi tropis dan sub-tropis. Grafik hubungan yang digunakan adalah perumusan dari Smith dan Pratt, 1983 untuk sudut konus 30O dengan persamaan Log CBR = 2,503 – 1,15(Log DCP), dan TRL, 1990 untuk sudut konus 60O dengan persamaan Log CBR = 2,48 – 1,057(Log DCP).

Maksud dan Tujuan
Maksud tulisan ini adalah mengkaji perkembangan penggunaan DCP yang selama ini sudah banyak digunakan untuk perencanaan dan pemeliharaan jalan. Dengan memberlakukan pengujian DCP sebagai standar dalam merancang pembngunan dan pemeliharaan jalan, maka diharapkan dapat dicapai efektifitas pengumpulan data yang sederhana dan efisien.
Kegunaan
Hasil pengujian DCP ini dikorelasikan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio) untuk keperluan perencanaan pemeliharaan dan peningkatan jalan termasuk perencanaan tebal perkerasan jalan.
Peralatan dan Teknisi
Umum
a.       Batang penyambung peralatan DCP harus dipasang dengan kokoh dan kaku untuk menghindari kerusakan atau patahnya tangkai penyambung;
b.          Pengujian tidak boleh dilaksanakan pada saat hujan atau lapis perkerasan tergenang air;
Peralatan
Peralatan penetrasi konus dinamis meliputi tiga bagian utama yang satu sama lain harus disambung sehingga cukup kaku.
Personil
Pengujian DCP memerlukan 3 orang teknisi atau operator, yaitu: 1) Satu orang memegang peralatan yang sudah terpasang dengan tegak; 2) Satu orang untuk mengangkat dan menjatuhkan palu; 3) Satu orang untuk mencatat hasil.
Cara Pengujian
a.       Sambungkan seluruh bagian peralatan dan pastikan bahwa sambungan tangkai atas dengan landasan serta tangkai bawah dan kerucut baja sudah tersambung dengan kokoh;
b.       Pegang alat yang sudah terpasang pada posisi tegak di atas dasar yang rata dan stabil, kemudian catat pembacaan nol sebagai pembacaan awal pada mistar pengukur kedalaman.
c.       Cara mengangkat dan menjatuhkan palu serta jumlah pukulan
1) Angkat palu pada tangkai bagian atas dengan hati-hati sehingga menyentuh batas handel;
2) Lepaskan palu sehingga jatuh bebas dan tertahan pada landasan.
3) Lakukan langkah-langkah pada Butir 1) dan 2) di atas sesuai ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
ü  Untuk lapisan perkerasan yang normal, pencatatan dilakukan pada setiap kedalaman 10 mm; walaupun demikian, masih memungkinkan mengubah jumlah pukulan antara pembacaan bila kekuatan lapisan yang diuji berubah lebih keras;
ü  Untuk pondasi yang terbuat dari bahan berbutir yang cukup keras, maka harus dilakukan pembacaan kedalaman pada setiap 5 sampai 10 pukulan;
Untuk pondasi bawah atau tanah dasar yang terbuat dari bahan yang tidak keras maka pembacaan kedalaman pada sudah cukup untuk setiap 1 atau 2 pukulan.
4) Apabila kecepatan penetrasi kurang dari 0,5 mm/pukulan, pembacaan masih dibenarkan tetapi bila setelah 20 pukulan tidak menunjukkan adanya penurunan, maka pengujian harus dihentikan. Selanjutnya lakukan pengeboran atau penggalian pada bagian tersebut sampai mencapai bagian yang dapat diuji kembali.
      d. Cara mengangkat tangkai dan peralatan DCP
1) Siapkan bahwa peralatan akan diangkat atau dicabut ke atas;
2) Angkat palu dan pukulkan beberapa kali dengan arah ke atas sehingga menyentuh handel dan tangkai bawah terangkat ke atas permukaan tanah.

Menentukan Nilai CBR
a.    Pencatatan hasil pengujian dilakukan menggunakan Formulir 1-DCP.
b.    Periksa hasil pengujian lapangan yang terdapat pada formulir dan hitung akumulasi jumlah pukulan dan akumulasi penetrasi setelah dikurangi pembacaan awal pada Formulir-2 DCP; (dalam Tabel 2 disajikan analisis pengujian DCP)
c.    Gunakan Formulir 3-DCP, berbentuk sumbu tegak dan sumbu datar, di mana pada bagian tegak menunjukkan kedalaman penetrasi dan arah horizontal menunjukkan jumlah pukulan; (dalam Gambar 2 disajikan tipikal ploting data DCP dan CBR)
d.    Plotkan hasil pengujian lapangan pada salib sumbu di atas;
e.    Tarik garis yang mewakili titik-titik koordinat tertentu yang menunjukkan lapisan yang relatif seragam;
f.     Hitung kedalaman lapisan yang mewakili titik-titik tersebut, yaitu selisih antara perpotongan garis-garis yang dibuat pada Butir 4), dalam satuan mm;
g.     Hitung kecepatan penetrasi untuk setiap pukulan (mm/pukulan);
h.    Gunakan gambar grafik pada Formulir-4 DCP (Gambar 3) dengan cara menarik nilai kecepatan penetrasi pada sumbu horizontal ke atas sehingga memotong garis tebal untuk sudut konus 600 atau garis patah-patah untuk sudut konus 300;
i.      Tarik garis dari titik potong tersebut ke arah kiri sehingga nilai CBR dapat diketahui.
Dari hasil pembahasan dan uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
a) Dari suatu hasil uji, alat DCP dapat menginterpretasikan kedalaman lapisan perkerasan dan nilai daya dukung CBR yang diukur, serta menguji kesesuaian tebal lapis perkerasan yang diukur dengan uji Tes Pits.
b) Dari hasil uji terlihat bahwa DCP dapat mengidentifikasi sampai kedalaman yang diperlukan atau maksimum 120 cm, dengan tebal setiap lapisan sesuai dengan nilai CBR yang diperoleh;
c) Berdasarkan kecepatan perolehan data dan pengalaman lapangan, hasil pengujian dengan alat DCP dapat dicapai sekitar 10 sampai 12 hasil uji per hari untuk 3 lapisan atau lebih, sehingga pengujian DCP adalah 6 kali lebih cepat dari pada pengujian CBR lapangan konvensional.
d) Perbedaan hasil pengukuran dengan test pits dapat terjadi karena lokasi yang diuji dengan DCP tidak persis dilakukan di sekitar lokasi titik uji DCP. Dalam setiap pengukuran pada umumnya tidak diperlukan test pits di setiap titik uji karena akan memakan waktu yang relatif lama, merusak badan jalan, serta memerlukan tambalan;
e) Pengujian dengan alat DCP relatif sangat cepat untuk mengidentifikasi nilai CBR lapis perkerasan jalan yang ada di lapangan, untuk penyelidikan atau pemeriksaan tebal dan daya dukung perkerasan jalan, serta untuk mengukur kesesuaian tebal perkerasan jalan yang telah dilaksanakan oleh penyedia jasa (Kontraktor).
f) Pengujian dengan alat DCP perlu dirumuskan menjadi standar atau pedoman teknis untuk mengidentifikasi nilai CBR lapangan di Indonesia.





Nilai Dynamic Penetration Test (DCP) dinyatakan dalam bentuk angka yang disebut "jumlah pukulan" atau "jumlah langkah pukulan". DCPadalah metode pengukuran ketahanan tanah terhadap penetrasi palu standar dengan berat tertentu yang jatuh dari ketinggian standar. Angka DCP adalah hasil dari jumlah pukulan yang diperlukan untuk mendorong sampeletronic di dalam tanah pada kedalaman tertentu selama periode pukulan yang ditetapkan.
DCP umumnya dilakukan dengan sampeletronic berdiameter sekitar 2,5 inci (6,35 cm) dan berat sekitar 140 lbs (63,5 kg). Palu standar yang digunakan memiliki berat sekitar 30 lbs (13,6 kg) dan jatuh dari ketinggian sekitar 30 inci (76 cm). DCP  biasanya dilakukan pada interval kedalaman tertentu, misalnya setiap 1,5 meter.
Hasil DCP dinyatakan dalam bentuk "N-value" atau "jumlah pukulan per kaki". N-value adalah jumlah total pukulan yang diperlukan untuk mendorong sampeletronic ke dalam tanah pada interval tertentu (biasanya setiap 1 kaki) selama periode pukulan yang ditetapkan.

Untuk Prosedure Pemeriksaan Laboratorium CBR Lab 
Untuk Contoh Hasil Pemeriksaan Laboratorium CBR Lab 

Kemampuan daya dukung tanah dapat dihitung dengan menggunakan berbagai metode dan rumus yang sesuai dengan kondisi tanah dan tujuan konstruksi. Berikut adalah dua metode yang umum digunakan untuk menghitung kemampuan daya dukung tanah:Metode CBR (California Bearing Ratio): 
Metode CBR digunakan untuk mengukur daya dukung tanah pada kondisi tertentu dengan membandingkan daya dukung tanah terhadap standar tanah agregat yang padat dan kering. Prosesnya melibatkan pengujian laboratorium dengan mengukur resistansi tanah terhadap penetrasian piston dengan diameter tertentu.
Langkah-langkah pengujian CBR meliputi:Persiapan sampel tanah.
  • Penyelidikan tanah pada kelembaban lapangan.
  • Pengukuran beban yang diperlukan untuk menembus tanah pada kedalaman tertentu.
  • Menghitung nilai CBR berdasarkan perbandingan beban yang diukur dengan beban yang diperlukan untuk menembus tanah agregat padat pada kedalaman yang sama.
Metode DAS (Differential Analysis Settle): Metode DAS digunakan untuk menghitung daya dukung tanah di bawah pondasi atau beban tertentu. Prosesnya melibatkan analisis perbedaan penurunan tanah akibat beban tambahan dan berat sendiri.
Langkah-langkah analisis DAS meliputi:Menghitung berat pondasi atau beban tambahan.
  • Menghitung tebal lapisan tanah yang berpengaruh.
  • Menghitung penurunan tanah akibat berat pondasi atau beban tambahan.
  • Membandingkan penurunan dengan batas yang diizinkan untuk menentukan apakah kemampuan daya dukung tanah sudah mencukupi.
Kedua metode ini menghasilkan informasi tentang kemampuan daya dukung tanah. Hasil dari perhitungan tersebut memungkinkan insinyur untuk menentukan apakah tanah sudah cukup kuat untuk menahan beban tertentu atau apakah diperlukan tindakan perbaikan atau penguatan tanah sebelum membangun struktur di atasnya. Selain itu, ada metode lain yang lebih kompleks dan terperinci yang digunakan untuk situasi yang lebih khusus dan kompleks dalam perencanaan dan desain struktur.







PENGUJIAN MATERIAL TANAH LATERITE CBR LAB

PENGUJIAN MATERIAL TANAH LATERITE
Bahan Material Perkerasan Jalan Tanah
Pengujian CBR & UCT

(California Bearing Ratio & Unconfined Compression Test)

Pengujian Laboratorium Material Tanah Laterite pilihan yang dipergunakan untuk pembangunan lapis perkerasan jalan-jalan kebun CR/MR dan Acces Roads  sebelum diaplikasikan.

Pengujian Laboratorium Mekanika Tanah :
Pengujian Sampel Material Tanah Laterite, material tanah asli dari galian yang belum dilakukan perlakuan (stabilisasi) meliputi :
1.        Sifat Fisik Tanah, meliputi tabel berikut ;



2.       Sifat Mekanis Tanah, meliputi pengujian material tanah laterite ;
a.       Alat uji kuat tekan bebas (UCT)  dengan mengacu pada SNI 3638;2012/ASTM D2166
b.      Alat uji pemeriksaan CBR (California Bearing Ratio) laboratorium dengan mengacu pada SNI 03-1744-2012
c.       Uji pemadatan modifikasi dengan menacu pada SNI 03-1742-1989 atau SNI 03-1744-1989


  
CBR ialah suatu jenis test untuk mengukur daya dukung / kekuatan geser tanah atau bahan pondasi jalan. Mula-mula dikembangkan oleh California Division of Highways sekitar tahun 1930-an. Kemudian dianut oleh banyak badan-badan perencana jalan, diantaranya US Corps of engineers, AASHTO, dll.
Contoh tanah (di laboratorium atau di lapangan) di-test dengan menekan sebuah piston kepermukaan tanah tersebut.

APA HARGA CBR ITU ?
Gaya yang diperlukan untuk menekan piston tersebut sedalam 0,1 inches ( atau juga 0,2 inches) dicatat. Misal : A lbs untuk penetrasi 0,1 inches B lbs untuk penetrasi 0,2 inches.
Makin besar harga CBR tanah/bahan, makin besar kemampuannya untuk mendukung beban kendaraan tanpa mengalami deformasi yang berarti.
CATATAN :
CBR hanya untuk jalan saja dimana beban kendaraan adalah beban sementara (bukan beban tetap). CBR tidak untuk gedung, rumah, dan lain-lain (beban tetap), karena beban tetap juga menyebabkan settlement. CBR hanya untuk mengukur daya dukung tanah saja tetapi tidak untuk penurunannya. Jadi CBR tidak cocok untuk beban tetap.

CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah yang dikembangkan oleh California State Highway Departement. Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan.
Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-1989. Nilai kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.
Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1 inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 03-1744-1989 diambil hasil terbesar.
Nilai CBR adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch2dengan kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus bahan standard tertentu. Tujuan dilakukan pengujian CBR ini adalah untuk mengetahui nilai CBR pada variasi kadar air pemadatan. Untuk menentukan kekuatan lapisan tanah dasar dengan cara percobaan CBR diperoleh nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang diperlukan di atas lapisan yang nilai CBRnya tertentu (Wesley,1977) Dalam menguji nilai CBR tanah dapat dilakukan di laboratorium. Tanah dasar (Subgrade) pada kontruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95% dari kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tersebut tanah dipadatkan. CBR ini disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut CBR laborataorium. Makin tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin tipis dan semakin kecil nilai CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan dipikulnya.
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasi standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi). Nilai CBR = (PI/70,37) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )
2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”) terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi) Nilai CBR =PI/105,56) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )
Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar.
CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :
a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)
b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)
Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.
Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.














Standard Pengoperasian Unit Alat Berat (Alat Angkut , Alat Angkat dan Alat Muat)

  Standard Pengoperasian   Unit Alat Berat (Alat Angkut , Alat Angkat dan Alat Muat) 1. P2H (Pengecekan &   Pemeliharaan Harian) 2. ...