Friday 30 September 2022

OHS (Occupational Health and Safety

Pentingnya penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3)  yang memiliki peranan penting terhadap nilai kinerja dan tingkat pencapaian produktivitas kerja dalam suatu kegiatan produksi merupakan hal upaya mendasar yang ditegaskan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya K3.
Tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk melindungi pekerja dari segala bentuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan memberikan perlindungan aset pemberi kerja. Bagaimanapun pekerja adalah aset perusahaan yang paling penting. Upaya ini dilakukan membentuk kesadaran penuh bagi pekerja dan pemberi kerja dalam kedudukannya yang memiliki hak dan tanggungjawab terhadap K3 di lingkungannya.
Peningkatan kesadaran ini didukung oleh perusahaan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Adanya struktur organisasi yang mengontrol dan mengawasi serta menjamin terlaksananya penerapan K3 di lingkungan perusahaan.
2. Wawasan atau pengetahuan tentang K3 , khususnya kesadaran pekerja dalam penerapannya saat bekerja.
Penyakit /resiko bahaya harus dihadapi oleh pekerja dan perlindungan yang diberikan oleh pihak pemberi kerja khususnya.
3. Sistem administrasi yang menunjang jejak penerapan SMK3, baik tindakan positif atau negatif  dalam bekerja dalam penerapannya.
4.Sistem Audit yang merupakan salah satu penilaian tolak ukur pencapaian penerapan SMK3.

Implementasi SMK3
1.Struktur Organisasi
Secara struktur organisasi dibentuk oleh perusahaan dengan lingkup kepentingan kontrol dan pengawasan penerapan SMK3 di lingkungan perusahaan, dalam hal ini sesuai dengan ruang lingkup usaha produksi yang dilakukan dan tinjauan terhadap resiko bahaya/penyakit yang timbul akibat kerja atau proses produksi guna meningkatkan nilai produksi meminimalisir kerugian yang ada.
Tugas dan fungsi struktur secara spesifik dapat diatur sesuai bidangnya masing masing sesuai ruang lingkup kerja. Seperti ; pengawasan dalam penggunaan APD, Inspeksi Teknis Peralatan Kerja, SOP, Trainer, Safety Induction, Rambu-rambu perlengkapan safety, Medichal Safety, JSA,Pre Job Hazzard Assessment, CSMS jika diperlukan dll.
Keterlibatan proses produksi baik internal dan eksternal manajemen perusahaan dan keterlibatan pihak lain kontraktor maupun subkon mengikuti pola aturan yang diterapkan dalam menunjang pelaksanaan SMK3.
2. Wawasan Pandangan /Pengetahuan Safety
Membentuk mental , psikologi pekerja dalam memandang kepentingan kebutuhan akan K3 dalam proses produksi, dengan mewujudkan sikap disiplin dan moral pada saat bekerja terhadap keselamatan diri sendiri dan orang lain lingkungan disekitarnya. Termasuk prosedur menghadapi kondisi keadaan darurat/bencana .
3.Sistem Administrasi
Lembaran-lembaran administrasi yang merupakan panduan tahapan pelaksanaan proses produksi sebagai tahapan proses awal sampai akhir proses produksi sehingga terjaminnya zero accident.
Seperti, Form P2H /Checklist unit, PJHA, JSA, Work Permitt dll yang menunjang proses prosedur pelaksanaan pekerjaan secara aman terkendali.

Khusus area pertambangan  dinamakan SMKP (Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan)
Dasar Hukum :
Peran pengusaha, pemerintah dan masyarakat :
Dalam penerapannya SMKP adalah  proses kebijakan 
Keselamatan Operasi Pertambangan 
1. Sistem pelaksanaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana instalasi dan peralatan pertambangan.
2.Pengamanan instalasi
3.Tenaga keselamatan yang berkompeten dalam keselamatan Operasi.
4Kelayakan sarana dan prasarana instalasi dan peralatan tambang.
5.Evaluasi hasil kerja teknis pertambangan.

Lingkungan Kerja meliputi:
Pengelolaan debu, kebisingan, getaran, pencahayaan, kualitas dan kuantitas udara, iklim kerja, radiasi, faktor kimia, faktor biologi dan kebersihan lingkungan kerja.
Kesehatan Kerja meliputi program kesehatan kerja, higiene dan sanitasisanitasi, pengelolaan ergonomi, pengelolaan makanan dan minuman,gizi  pekerja tambang dan diagnosi pemeriksaan PAK.
Keselamatan Kerja meliputi manajemen resiko,program keselamatan kerja,pendidikan dan pelatihan keselamatan kerja,kampanye, administrasi keselamatan kerja, manajemen keadaan darurat, Inspeksi keselamatan kerja, dan penyelidikan kecelakaan dan kejadian berbahaya.

Istilah 
SOP : Standard Operational Procedure
SHE : Safety Health & Enviromental
SMKP: Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan
SMK3 : Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja
OHS : Occupational Health & Safety
HSE : Health Safety & Enviromental
K3: Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PPE : Personal Protective Equipment  atau APD
APD: Alat Pelindung Diri
PDCA: Plan Do Check Action
HIRADC : Hazzard Identification Risk Assessment and Determine Control atau dalam bahasa identifikasi bahaya dan aspek K3L
K3L : Keselamatan Kesehatan Kerja dan lingkungan.
PJHA : Pre Job Hazzard Assessment atau identifikasi awal sebelum memulai pekerjaan, berkaitan dengan kelengkapan peralatan kerja  dan bahaya resiko kerja yang diimplementasikan dalam bentuk firm administrasi penunjang .
JSA : Job Safety Analysis, Safety yang analisa berkaitan antara pekerja dengan alat dan lingkungan kerja dan pekerjaan yang akan dilakukan.
ISO : Internasional Organization for Standarduzation.
SOA : Safety Objective Analysis.
P3K : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.
AK3 : Ahli K3
RPL : Rencana Pemantauan Lingkungan
RKL : Rencana Kerja Lingkungan
UKL : Upaya Kesehatan Lingkungan
UPL : Upaya Pengelolaan Lingkungan
AMDAL: Antisipasi Mengenai Dampak Aktivitas Lingkungan

Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) merupakan rencana tindak lanjut untuk mengelola dampak penting yang ditimbulkan oleh aktivitas proyek, sedangkan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) merupakan piranti untuk memantau hasil pengelolaan lingkungan tersebut.
ISO yang berhubungan dengan Safety & Enviromental antara lain :
1. ISO 9001  manajemen mutu
2. ISO 14001 manajemen lingkungan
3.  ISO 45001 K3
4. ISO 18001 SMK3

OHSAS 18001:2007 (Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja) ialah penilaian untuk sistem manajemen keselamatan dan kesehatan yang bertujuan membantu sebuah organisasi untuk mengontrol resiko kesehatan dan keselamatan kerja.






Sunday 25 September 2022

PENGOLAHAN LIMBAH SAWIT


LIMBAH SAWIT


Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat (Agustina, dkk, 2009). Dalam pengelolaan industri kelapa sawit juga dihasilkan limbah baik yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit maupun yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit. Untuk menghindari masalah lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri kelapa sawit, maka diperlukan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini didukung oleh sikap untuk menciptakan produk yang harus berorientasi lingkungan dan harus dibuat dengan proses yang ramah lingkungan (green consumerism) dan menempatkan lingkungan sebagai non tariff barrier. Oleh karena itu pendekatan yang banyak diterapkan adalah konsep produk bersih (cleaner production). Konsep ini dilakukan dengan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu, dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu hingga hilir yang terkait dengan proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan efesiensi pemakaian sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga dapat meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. Kata kunci yang diperlukan dalam pengelolaan adalah menimalkan limbah, analisis daur hidup, teknologi ramah lingkungan. Pola pendekatan untuk menciptakan produk bersih adalah pencegahan dan meminimalisasi limbah yang menggunakan hirarki pengelolaan melalui 1 E 4 R yaitu Elimination (pencegahan), Reduce (pengurangan), Reuse (penggunaan kembali), Recycle (daur ulang), Recovery / Reclaim (pungut ulang) (Panca Wardhanu, 2009)
Pemerintah secara prinsip mewajibkan kepada setiap badan usaha atau industri untuk mengelola limbah yang dihasilkannya agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini tercermin dalam bentuk peraturan perundangan yang berlaku antara lain Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemeritah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air, Pengendalian Pencemaran Air .

Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pemanfaatan air limbah untuk digunakan sebagai pupuk pada lahan di perkebunan kelapa sawit yaitu:
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2003 Tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.
Pengelolaan Limbah Padat Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung / cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996). Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos dengan proses fermentasi dan dimanfaatkan kembali untuk pemupukan kelapa sawit itu sendiri. Penggunaan pupuk tandan kosong kelapa sawit dapat menghemat penggunaan pupuk kalium hingga 20 %. 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 600-650 kg kompos.
Selain itu tandan kosong kelapa sawit mengandung 45 % selulose dan 26 % hemiselulose. Tingginya kadar selulose pada polisakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui dengan cepat (renewable). 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 120 liter bioetanol (Anonymous, 2009).
Tandan kosong kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pulp untuk pembuatan kertas. Selain itu dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sabun dan media budidaya jamur, sehingga dapat menambah pendapatan dan mengurangi limbah padat.
Cangkang dan serat kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai sumber energi potensial. Cangkang dan serat kelapa sawit biasanya dibakar untuk menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan oleh pembakaran cangkang dan serat telah mencukupi kebutuhan energi pengolahan pabrik kelapa sawit. Namun seiring dengan pelarangan pembakaran cangkang dan serat, maka serat dan cangkang dimanfaatkan untuk keperluan lain. Cangkang saat ini telah dimanfaatkan untuk pembuatan berikat arang aktif dan bahan campuran pembuatan keramik. Sedangkan serat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk.
Sementara itu limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit berupa pelepah kelapa sawit dan batang kelapa sawit telah dimanfaatkan sebagai bahan pulp untuk pembuatan kertas dan perabot. Sedangkan daun dan pelepah kelapa sawit digunakan untuk pakan ternak ruminansia.
Pemanfaatan Limbah Pabrik Sawit untuk Pakan Sapi.
Tandan kosong
Tandan kosong merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan oleh pabrik pengolahan sawit. Bahan ini mempunyai protein 3,7 % dan nilai gizinya sama, atau lebih baik dari jerami pada (Osman, 1998). Akan tetapi, teksturnya keras seperti kayu, selungga, tidak disukai oleh ternak kecuali bahan ini diolah lebih dahulu dalam bentuk lain yang lebih disukai.
Meskipun sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk pemanfaatan tandan kosong menjadi pakan ternak, kenyataannya sampai saat ini, bahan tersebut umumnya masih digunakan sebagai mulsa, yang dikendalikan ke kebun sawit. Pemanfaatan bahan ini sebagai bahan pakan mungkin merupakan alternatif terakhir
Serat perasan buah
Serat sisa perasan buah sawit merupakan serabut berbentuk seperti benang. Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar 36% (lignin 26%). Dari komposisi kimia yang dimiliki, bahan ini mempunyai kandungan gizi yang setara dengan rumput.
Penggunaan serat perasan buah sawit dalam ransum sapi telah diteliti oleh Hutagalung et al. (1986). Bahan ini mernpunyai nilai kecernaan sekitar 47%. Penggunaan serat perasan dalam ransum sapi disarankan sekitar 10% dari konsumsi bahan kering. Serat perasan ini kurang disukai oleh ternak sapi, oleh karena itu perlu pengolahan agar bahan ini dapat digunakan secara optimal. Proses fermentasi temyata dapat meningkatkan palatabilitas bahan ini (Suharto, 2004). Perlakuan amoniasi telah dilaporkan dapat meningkadm pertambahan bobot badan sapi bila dibandingkan dengan yang tidak di proses (Hutagalung et al., 1986), seperti terlihat pada Tabel 2. Rossi dan Jamarun (1997) melaporkan serat sawit dapat digunakan sebagai pengganti 50% nunput lapangan dalarn ransum sapi dengan suplementasi bungidl inti sawit.
Lumpur sawit
Dalam proses pengolahan minyak sawit (CPO) dihasilkan limbah cairan yang sangat banyak, yaitu sekitar 2,5 m3/ton CPO yang dihasilkan. Limbah ini mengandung bahan pencemar yang sangat tinggi, yaitu. ‘biochemical oxygen demand’ (BOD) sekitar 20.000‑60.000 mg/l (Wenten, 2004). Pengurangan bahan padatan dari cairan ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat decanter, yang menghasilkan solid ‘decanter atau lurnpur sawit. Bahan padatan ini berbentuk seperti lumpur, dengan kandungan air sekitar 75%, protein kasar 11‑14% dan lemak kasar 10‑14%. Kandungan air yang cukup tinggi, menyebabkan bahan ini mudah busuk. Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam waktu sekitar 2 hari, bahan ini terlihat ditumbuhi oleh jamur yang berwarna kekuningan. Apabila dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa sangat kasar dan keras. Banyak penelitian telah dilaporkan tentang penggunaan lumpur sawit sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun non‑ruminansia. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada ternak sapi, Suharto (2004) menyimpullm bahwa kualitas lumpur sawit lebih unggul dan dedak padi.
Sutardi (1991) melaporkan penggunaan lumpur sawit untuk menggantikan dedak dalam ransum sapi perah jantan maupun sapi perah laktasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggantian semua (100%) dedak dalam konsentrat dengan lumpur sawit memberikan perturnbuhan dan produksi susu yang sama dengan kontrol. Bahkan ada kecenderungan bahwa kadar protein susu yang diberi ransum lumpur sawit lebih tinggi dari kontrol. Hal yang serupa juga, dilaporkan oleh Suharto (2004). Menurut Chin (2002), pemberian lumpur sawit yang dicampur dengan bungidl inti sawit dengan perbandingan 50:50 adalah yang terbaik untuk pertumbuhan sapi. Dilaporkan bahwa sapi droughtmaster yang digembalakan di padang penggembalaan rumput Brachiaria decumbens hanya mencapai pertmbuhan 0,25 kg/ekor/hari, tetapi dengan penambahan lumpur sawit yang dicampur dengan bungkil inti sawit, mampu mencapai pertmbuhan 0,81 kg/ekor/hari.
Solid Membran
Limbah cairan yang dikeluarkan setelah pengutipan lumpur sawit, masih mengandung bahan padatan yang cukup banyak. Oleh karena, itu, bahan ini merupakan sumber kontaminan bagi lingkungan bila, tidak dikelola, dengan baik. Suatu metoda baru untuk memisahkan padatan dan cahun~ dengan menggunakan alat penyaring membran keramik sedang dikembangkan di P.T. Agricinal ‑Bengkulu (Wenten, 2004). Aplikasi teknik ini dapat mengutip padatan dengan jumlah sekitar dua, kali lipat lebih banyak dari padatan yang dikutip oleh decanter. Bahan ini disebut ’solid heavy phase’ atau ’solid membran’, berbentuk pasta dengan kadar air sekitar 90%, dan berwarna. kecoklatan. Bahan yang sudah dikeringkan mengandung protein kasar sekitar 9 %, serat kasar 16% dan lemak kasar 15% (Tabel 1). Dari kandungan gizinya, kemungkinan bahan ini bukan hanya, cocok digunakan sebagai bahan pakan untuk temak ruminansia, tetapi kemungkinan juga. baik untuk temak non‑ nuninansia. Belum ada, penelitian tentang penggunaan bahan ini sebagai bahan pakan temak, eksplorasi untuk ini sedang Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit merupakan hasil samping dari pemerasan daging buah inti sawit. Proses mekanik yang dilakukan dalam proses pengambilan minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal relatif cukup banyak (sekitar 7‑9 %). Hal ini menyebabkan bungIdl inti sawit cepat tengik akibat oksidasi lemak yang masih tertinggal‑ Kandungan protein baban ini cukup tinggi, yaitu sekitar 12‑16%, dengan kandungan serat kasar yang cukup tinggi (36%). Bungkil inti sawit biasanya terkontaminasi dengan pecahan cangkang sawit dengan jumlah sekitarl5‑17%. (Anonymous, 2002). Pecahan cangkang ini mempunyai tekstur yang sangat keras dan tajam. Hal im menyebabkan bahan tersebut kurang disukai ternak dan dikhwatirkan.
Pemanfaatan Tandan Kosong Untuk Kompos
Limbah padat tandan kosong sawit (TKS) dibakar dalam incinerator dan abunya yang mengandung Kalium cukup tinggi yaitu mencapai 127,9 mg/100 g. Sistem pengomposan untuk tandan kosong kelapa sawit (TKKS) di sebut kompos bioaktif. Proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit menjadi kompos bioaktif berlangsung 3-6 bulan. Hal ini dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu apabila dikombinasikan antara pencacahan atau pengecilan bahan baku dengan mesin pencacah dan pemberian aktivator dekomposisi yaitu orgadec (organik decomposer)
Pada kelapa sawit, dengan menggunakan kompos bioaktif TKKS yang matang (C/N ratio, 20) dengan 50 % dosis pupuk konensional, meningkatkan produksi dan mempercapat masa produksi tanaman kalapa sawit dari 30 – 32 bulan menjadi 22 bulan.
Dari survey yang dilakukan pemupukan kelapa sawit TBM kandungan hara dalam satu hektarnya adalah 80,4 kg N, 9,9 kg P, 106,8 kg K dan 12 kg Mg. Nilai ini didapat bahwa rata-rata dosis yang umum digunakan adalah 1,25 kg urea, 0,50 kg RP, 1,50 kg MOP dan 0,50 kg Kieserit.

Thursday 22 September 2022

FLEET MANAGEMENT SYSTEM

Fleet Management System' : istilah dalam bahasa Indonesia disebutkan sebagai manejemen armada dengan tujuan improve maintanance and improve productivity,  pengaturan pemeliharaan serta pengoperasian  unit/alat kerja guna meningkatkan produktivitas sesuai dengan target sasaran yang ditentukan.
Tantangan dalam dalam sistem pengaturan Fleet adalah sebagai berikut :
1. Ketersediaan jumlah dan jenis peralatan yang dipergunakan untuk menunjang proses kegiatan produksi.
2. SDM (man power) yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan pengoperasian unit alat kerja serta pemeliharaannya secara berkesinambungan.

3. Mengevaluasi ketersediaan waktu pengoperasian unit alat kerja sebagai akibat proses produksi dan mekanisasi alat dalam bekerja. Dalam hal ini tercakup dalam evaluasi unit dan manpower yang ada.
Evaluasi unit meliputi ; 
a. Kehandalan unit (meliputi merk/product)
b. Kesiapan operasi unit (ready to use)  meliputi dukungan pemeliharaan unit yang handal dalam sistem waktu penjadwalan servece rutin, service berkala atau periodik, service breakdown.
c. Produktivitas unit (CT/Kapasitas produksi) unit yang menunjang kegiatan produksi.
Parameter dapat diukur dengan rumus perhitungan ketersediaan unit yang tersedia yang digunakan dalam kegiatan produksi yang meliputi :
1. PA (Physical Avaibiility) 
2. MA(Mechanical Avaibility)
3. UA(Utility Avaibility)
4. EU (effective aibility
5. PP (Pencapaian Produksi) target sasaran yang ingin dicapai baik waktu produksi alat maupun target volume pekerjaan hasil kegiatan produksi.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas perlu adanya penunjang yang mendukung sistem fleet manajemen yakni :
1. Sistem organisasi FMS sesuai dengan jenis peralatan yang digunakan dan kegiatan produksi yang dilaksanakan. 
Seperti kebutuhan manpower : operator, driver , SPT, SPV, Foreman, admin yang berhubungan dengan departemen lainnya.
2. Safety Trainer yang berfungsi memberikan tata cara pengoperasian dan pemeliharaan harian unit yang digunakan dalam kegiatan produksi. Seperti melakukan ; inspeksi unit/commisioning unit operasi apakah layak/belum layak/tidak layak untuk dioperasikan, penegasan P2H yang harus dilakukan operator/driver sebelum mengoperasikan unit, SOP pengoperasian unit sesuai jenis peralatan dan fungsi alat dalam kegiatan produksi.
3. Sistem Administrasi, yakni mencatat seluruh proses kegiatan alat yang digunakan dalam proses kegiatan produksi dan menunjang proses kegiatan pemeliharaan peralatan kerja.
Meliputi :
P2H/ Checklist Unit
Form yang dibuat oleh operator /driver untuk tindakan awal pemeriksaan pemeliharaan harian unit sesuai dengan jenis peralatan yang dipergunakan, sekaligus temuan yang harus ditindaklanjuti dengan tindakan perbaikan jika ada.
Time Sheet
Form lembar harian kerja operator/driver yang meliputi jam waktu kerja orang, HM/KM pengoperasian unit peralatan, jenis kegiatan produksi, lokasi kegiatan, pemakaian fuel atau lainnya. Sekaligus evaluasi aktual nilai  konversi HM dan jam kerja operasional unit.
Work Order (WO)
Form yang dipergunakan untuk pengajuan perbaikan mekanis terhadap permasalahan teknis peralatan kerja baik sifatnya berkala/periodic atau pun break down
Work Request (WR)
Form ini dipergunakan oleh tim maintanance/workshop dalam hal ini dalam menindak lanjuti WO yang meliputi tindakan dan waktu lama teknis yang diambil, serta permintaan part/material yang dibutuhkan untuk tindakan perbaikan
Time Keeper
Data yang diinput oleh admin guna melihat track record waktu/time pengoperasian unit secara menyeluruh (performance alat produksi) yang dapat digunakan sebagai bahan referensi.
Diagnosting Report
Data yang menggambarkan permasalahan penyelesaian masalah ketersediaan unit peralatan kerja sebagai akibat kegiatan pemeliharaan unit dan diluar pemeliharaan unit.
4. Ekspetasi kebutuhan unit peralatan kerja untuk kegiatan produksi yang tinggi, evaluasi kesalahan dalam proses yang tidak terdeteksi untuk standarisasi operasi unit peralatan dan hasil produksi.

Standard Fleet Management
1. Standar profesionalisme
Standar ini merupakan persyaratan pelaku kegiatan pengoperasian peralatan kerja, seperti : KIMPER/ SIO/SIM B2/ sertifikat lainnya dan pengalaman bekerja sebagai basic knowledge.
2. Standar  ekonomis
Standar ini diperoleh dengan nilai perbandingan budget dan aktual kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan unit peralatan kerja.
3. Standar safety/aman
Standar perlakuan yang diterapkan terhadap unit peralatan kerja dan operator/driver yang mengoperasikan unit dan penyelenggaraan kegiatan produksi .
Meliputi; KIMPER, APD, Safety Tools Unit, Tools Box Meeting (P5M) dan lain-lain.
4. Standar Jangka Panjang
Nilai acuan dasar yang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan bagi stake holder dalam pelaksanaan kegiatan produksi dan pengadaan alat produksi sesuai kebutuhan serta perencanaan ke depan.
5. Standar hukum yang berlaku
Standar ini mengacu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara , seperti perlindungan terhadap tenaga kerja K3, persyaratan administrasi sesuai aturan yang berlaku seperti SILO dan lain-lain.
6. Standar Maintanance/pemeliharaan unit
Sebagai nilai presentasi nilai ketersediaan unit alat kerja sesuai umur ekonomis alat kerja dengan kegiatan produksi yang dilakukan.
7. Standar manpower plant dan inventory
Sebagai acuan data kebutuhan sumber daya manusia dan kebutuhan material  untuk kegiatan produksi peralatan kerja dalam hal ini perhitungan nilai Investment Cost (Modal Awal) dan Operation Cost (Biaya Operasi) .

Apa manfaat fleet Management
Memberikan gambaran data (news feed)  nilai  kegiatan unit peralatan kerja terhadap rencana kegiatan produksi lebih efektif dan efisien dengan mempertimbangkan nilai nilai data yang didapat dalam pencatatan track record unit apakah kondisi unit peralatan tersebut mendukung proses kegiatan produksi yang direncanakan  Juga memberikan wawasan pandangan bagi stake holder dalam  hal budgetting Investment Cost dan Operation cost, dan sebagai acuan monitoring performance unit peralatan kerja.

Rumus -Rumus Perhitungan Analisa Data

w = working hours (jam kerja tersedia) jam aktual unit operasi
R= waktu untuk perbaikan (repair)
s = waktu standby ( tunggu instruksi/hujan/slippery dll)
PP: Pencapaia Produksi (target)
PA : Physical Avaibility
MA: Mechanical Avaibility
UA: Utility Avaibility
EU : Effectiveness Avaibility

PP = Pencapaian/Target x100 %
PA = (w+s) /(w+s+R) x 100%
MA = (w)/(w+R) x 100%
UA = (w)/ (w+s) x 100%
EU = (w)/ (w+s+R) x 100%

Nilai standar parameter sesuai kep ESDM 1827 tahun 2018 Lampiran 2 hal 116  yakni dengan nilai
MA = 85 %
PA = 90 %
UA = 75 %
EU = 65%
PP= 85 %

Dari nilai parameter tersebut diatas yang menjadi titik utama dalam pelaksanaan di lapangan cenderung pada nilai PP yang merupakan nilai prestasi kerja bagi pelaksana pekerja lapangan, yang seharusnya nilai  data lain juga memberikan manfaat evaluasi bagi pelaksana dalam melihat kondisi ketersediaan unit dan pengelolaan kegiatan unit baik produksi maupun pemeliharaan unit 
 












Standard Pengoperasian Unit Alat Berat (Alat Angkut , Alat Angkat dan Alat Muat)

  Standard Pengoperasian   Unit Alat Berat (Alat Angkut , Alat Angkat dan Alat Muat) 1. P2H (Pengecekan &   Pemeliharaan Harian) 2. ...